Kamis, 07 Mei 2015

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 14


Penulis : Nurlaila Zahra

Setelah dokter mengatakan kondisiku sudah cukup pulih, akhirnya dia mengizinkanku untuk segera pulang. Begitu juga Mas Yusuf. Beberapa luka di bagian kepala dan lengannya juga sudah mulai mengering.
Kami melewati hari-hari baru kami sebagai suami istri. Lebih tepatnya lagi suami istri yang baru menemukan mahligai cintanya. Aku sangat bersyukur sekali karena kesabaranku dalam mencintai Mas Yusuf akhirnya menemukan buahnya. Kini aku sudah memetik buah itu. Cinta itu, kini sudah menemukan peraduannya. Tak henti-hentinya aku berucap syukur pada Sang Maha Pencipta.
Kini, tak ada lagi sorot kebencian pada mata Mas Yusuf. Kini tak ada lagi sosok seorang suami pengecut dalam kehidupanku. Yang ada hanyalah seorang pahlawan sejati yang siap menemaniku kemanapun kakiku melangkah. Terima kasih, Ya Allah.
Malam ini, aku dan Mas Yusuf sudah berada di sebuah beranda di salah satu kamar hotel yang dulu pernah kami jadikan sebagai tempat malam pertama kami satu tahun yang lalu. Dengan ditemani sinaran bintang-bintang, kami memulai kembali kisah cinta kami yang sempat tertunda karena sebuah keegoisan.
Malam ini, kami serasa seperti kembali menjadi sepasang pengantin baru. Saat Mas Yusuf menatapku penuh mesra, rasa berdebar-debar itu tiba-tiba muncul dalam diriku. Tapi inilah cinta. Aku sangat menikmati debar-debar itu. Tatapannya, belaiannya, dan kecupannya, ini adalah untuk yang pertama kalinya dia melakukannya dengan penuh keikhlasan hati dan kerelaan jiwa.
Malam semakin larut dan dia mulai mengajakku kembali ke kamar. Entah mengapa, keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku ikuti langkahnya. Kini, dia menuntunku untuk sampai di tempat tidur. Aku tersenyum padanya.
Dengan ditemani temaram lampu kamar dan indahnya sinaran bulan sabit di langit luar sana, Mas Yusuf kembali membuktikan bahwa dia bukan laki-laki pengecut. Dia bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang suami. Dan itu ia lakukan tanpa menunggu subuh datang terlebih dahulu. Aku merasakan menjadi makhluk Tuhan yang paling dikasihi.
Ditengah ibadah berdua kami, tiba-tiba dering hand phone ku berbunyi. Sambil terus melakukan ibadah itu, kuraih hand phone ku dan kulihat sekilas. Dari pihak penerbit. Aku tak berniat mengangkatnya dan segera ku matikan dengan me-non aktifkan-nya.
Peluh kami kembali bersatu lagi. Merembas ke dalam seprei biru yang kini menutupi tempat tidur kami. Inilah kesucian cinta yang telah tertanam sejak lama yang kurawat dengan air kesabaran. Inilah buah yang kupetik hasilnya ketika cintaku pada Mas Yusuf harus bersabar.
Kini, lagi-lagi aku harus bersabar untuk menanti datangnya bidadari kecil yang beberapa bulan lagi akan hadir ke dunia ini untuk menemani kehidupan kami sebagai Abi dan Bunda.
Bulan dan bintang memantulkan sinar gemerlapnya pada diri dua insan yang tengah dimabuk cinta. Semoga ibadah ini bisa memberikan keberkahan pada kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Yusuf nantinya.
Rabb, Terima kasih.
* * *
Untuk mereka yang menganggap bahwa kecantikan adalah segalanya. Ingat, wanita yang beriman itu lebih baik, dari wanita yang cantik, namun tak beriman.
S E L E S A I

8 komentar:

  1. Terimakasih buanyak atas cerita yg sungguh2 menginspirasi dan tentu saja mengharu biru ini.

    BalasHapus
  2. Wow....cerita yg menginspirasi banget dan menyentuh...terimakasih y mbak...

    BalasHapus
  3. Cerita nya subhanallah nagus mbak... Aq sampe nangis seaegukan... G kita bisa mengambil hikmah dr cerita ini... Makasih ya mbak...

    BalasHapus
  4. Sangat terharu, mmungkin dapat menjadikan inspirasi untuk ku...

    BalasHapus
  5. baca ini jadi baper TT dan penasaran kisah selanjutnya,.,MB

    BalasHapus