Penulis : Nurlaila Zahra
Hari pernikahan
itu tiba. Aku dan Yusuf didandani ala pengantin Jawa karena keluargaku dan
keluarganya berasal dari Jawa. Lebih tepatnya lagi, aku dari Jawa Timur dan
Yusuf dari Jawa Tengah. Aku mengenakan pakaian khas Jawa tapi tetap terbalut
oleh jilbab syar’i. Para undangan banyak sekali yang hadir. Tak terkecuali
orang-orang dari pihak penerbit yang selama ini berjasa dalam menerbitkan dua
novelku. Diantara para undangan yang hadir, ada yang mengaku kalau mereka
adalah penggemar setia novelku. Aku tak tahu dari mana mereka tahu acara
pernikahanku ini. Tapi yang pasti aku sangat senang karena mereka sangat peduli
padaku. Aku hanya bisa mendo’akan mereka supaya mereka bisa menemukan jodoh
mereka dengan cinta.
Aku duduk
bersanding dengan Yusuf. Kulihat wajah Yusuf tak seperti orang yang sudah
menikah pada umumnya. Wajahnya terlihat murung dan tak bersemangat. Dan yang
mengetahui penyebab kemurungannya itu hanya aku pastinya. Sesekali dia
melebarkan senyumnya pada orang yang memberikannya selamat. Senyum keterpaksaan
tentunya.
Disela-sela
waktuku menerima ucapan selamat dari para tamu, aku melihat sosok seorang
akhwat berjilbab lebar datang menghampiriku dan Yusuf bersama dengan dua orang
temannya. Aku dan Yusuf berdiri. Setelah mendekat, akhwat itu dan dua orang
temannya mengatupkan tangannya pada Yusuf sambil memberikan ucapan selamat
padanya. Akhwat berjilbab lebar itu begitu cantik. Dia lalu menjabat tanganku
dan memelukku dengan erat seraya berkata,
”Barakallah ya?
Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah” Ucapnya pelan. Dua orang
akhwat yang mengiringinya melakukan hal yang sama terhadapku. Aku hanya
tersenyum pada mereka dan mengucapkan terima kasih. Aku tak tahu siapa mereka.
Tiba-tiba Yusuf bersuara,
”Syukran ya
Alifa sudah mau datang” Ucap Yusuf pada akhwat berjilbab lebar tadi yang
kuketahui bernama Alifa. Alifa hanya mengangguk dan segera meminta diri. Dua
akhwat yang mengiringinya pun mengikutinya.
Kini aku tahu
siapa Alifa yang pernah disebut-sebut oleh temannya Yusuf waktu di book fair
tempo hari. Kini aku tahu siapa Alifa yang disarankan oleh temannya Yusuf itu
untuk segera dilamarnya. Dan kini aku tahu, siapa ’nama lain’ yang ada di
hatinya Yusuf, yang mulai saat ini harus ia ganti dengan namaku. Nama itu
adalah Alifa. Gadis itu adalah Alifa. Dan impiannya yang sebenarnya juga adalah
Alifa. Bukan diriku.
Aku hampir saja
meneteskan air mata kalau saja Mama tidak mengajakku untuk berphoto bersama.
Dalam keramaian pesta pernikahanku, aku merasa sepi. Sepi sekali. Mulai hari
ini, aku harus menjalani kehidupanku yang baru dengan seorang suami yang tidak
pernah mencintaiku. Aku merasa sendiri saat ini. Hanya kesabaran yang dapat
menguatkan aku. Sekali lagi, hanya kesabaran yang dapat menguatkan aku.
* * *
--NEXT-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar