Kamis, 21 Mei 2015

Di Atas Sajadah Cinta


KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa.

Minggu, 17 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 12


Karya : Asma Nadia

“Hari Pertama Memandangmu”

“Ketika membuka mata saya melihat suster berlalu lalang dalam pakaian hijau dan masker. Tidak berapa lama terdengar suara kelegaan.”

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 11


Karya : Asma Nadia

“Obrolan Pagi di Kereta”

“Jika cerita itu benar, bagaimanakah ekspresi Pak Dosen saat mengucapkan kalimat itu?”
Dering telepon berulang. Perhatian saya kontan terarah kepada nama yang tertera di layar ponsel. Kang Gito.

Sabtu, 16 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 10


Karya : Asma Nadia

“Dua Pasang Suami Istri”

“Dalam keadaan cacat fisik dan kekurangan materi, apakah yang menjadi sumber kebahagiaan keduanya?”
Dua peristiwa. Dua pasang suami istri yang tidak saya kenal. Satu pertemuan.

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 9


Karya : Asma Nadia

“Hal-hal Sederhana Yang Dirindukan”

“I'm a mother of two kids, and i'm proud of it!”
Apakah yang paling dirindukan seorang perempuan ketika jauh dari tanah airnya?

Jumat, 15 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 8


Karya : Asma Nadia

 “Label Baru Seorang Istri”

“Tindakan mereka telah memberikan pelabelan baru yang tidak mengenakkan bagi istri pertama.”
Semua mata mengarah ke panggung utama. Termasuk saya yang saat itu duduk di barisan paling belakang. Tidak berapa lama muncul seorang muslimah cantik dengan atribut serba pink, dari jilbab hingga rok bertumpuk yang dikenakannya.

Kamis, 14 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 7


Karya : Asma Nadia

Suami Yang Membuatku Disini

“Akhirnya saya malah kerja di sini, mbak. Tempat yang dulu sering dikunjungi laki saya...”
Kamar sempit dengan penerangan yang minim. Tempat tidur kecil memanjang adalah satu-satu nya benda yang ada di ruangan itu. Di atasnya tampak hamparan sprei berwarna putih yang sudah kusam dan tampak kotor dengan noda di mana-ma na. Saya menahan perasaan ketika mengambil posisi duduk di atasnya, agar berhadap-hadapan dengan seorang perempuan yang usianya barangkali sebaya saya.

Rabu, 13 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 6


Karya : Asma Nadia

“Lagi, Pertanyaan Untuk Lelaki”

Bagaimana lelaki bisa begitu mudah meniduri perempuan yang tidak dikenalnya?
Pertanyaan ini meloncat-loncat di benak saya, ketika suatu malam bersama seorang teman mengunjungi sebuah lokalisasi pelacuran di bilangan Tanah Abang.

Selasa, 12 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 5


Karya : Asma Nadia

Jika Saya Dan Suami Bercerai

Kami berdua tidak bisa menebak takdir di masa depan.
Apakah pernikahan kami akan langgeng hingga kematian memisahkan, atau tidak Saya tidak pernah memikirkan itu sebelumnya. Rumah tangga kami bukan tanpa masalah. Sebagaimana pasangan muda lain, satu dua pertengkaran lumrah rasanya. Lalu kenapa saya mendadak berpikir, what if...?

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 4


Karya : Asma Nadia

Rombongan Gadis Yang Melamar Suami Saya

“Apa yang bisa saya katakan, ketika melihat seorang gadis bersama rombongan keluarganya datang dan melamar suami saya?”

Senin, 11 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 3


Karya : Asma Nadia

Menikah Tanpa Memandang

“Betapa kagetnya saya. karena perempuan itu sama sekali tidak cantik!”
Saya sungguh tidak mengerti laki-laki, atau isi kepala mereka. Seperti sosok di depan saya. Seorang kawan, yang mengajak saya dalam satu proyek event orga-nizer untuk acara parenting.

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 2


Karya : Asma Nadia

"Cinta Perempuan Paling Cantik"
“Sosok cantik itu tetap santun dan tak banyak bicara. Meladeni suami dan anak-anak seperti hari-hari sebelumnya.”

Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa


Oleh: Arifin
Sumber: http://achmadarifin.wordpress.com
Seperti biasa sebelum pulang kantor, aktivitas rutin adalah mematikan komputer saya. Sebelum saya shutdown komputer, saya coba cek inbox e-mail saya barangkali ada yang masuk atau mungkin ada informasi yang urgen untuk dikerjakan esok hari. Ada beberapa e-mail masuk, salah satu yang menarik perhatian saya adalah kiriman artikel dari teman kerja. Saya merasa tertarik karena judulnya terkesan agak “sombong”, namun kesan itu berbalik 180 derajat setelah saya baca isinya. Untuk teman-teman dan saudaraku sekalian berikut saya bagi isi artikel tersebut……

Minggu, 10 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 1


Karya : Asma Nadia

Kalau Saya Jatuh Cinta Lagi

“Kalau saya menikah lagi, itu murni karena saya suka dengan gadis itu. Saya jatuh cinta. Titik.”
Santai, santun meski ceplas ceplos. Begitulah kesan saya tentang Pak Haris. Pimpinan sebuah penerbitan di Solo yang saya temui dalam satu kesempatan.

Catatan Hati Seorang Istri - Prolog


Saat cinta berpaling
dan hati menjelma serpihan-serpihan kecil
saat prahara terjadi
saat ujian demi ujian-Nya terasa terlalu besar untuk ditanggung sendiri
kemanakah seorang istri harus mencari kekuatan agar hati mampu terus bertasbih?

Catatan Hati Seorang Istri - Prolog
Karya : Asma Nadia
Telah lama saya meneropong; tidak hanya ke dalam hati sendiri, melainkan mencoba masuk ke bilik hati perempuan lain, lewat kisah-kisah yang mereka bagi kepada saya.

Bidadari Tak Secantik Senyum mu


Gunawan & Kusumastuti

“Bangun ! imam besar, makmum udah nunggu nih…” bisikan lembut yang mengikuti kecupan dipipiku itu membuatku tak bisa menolak untuk membuka mataku yang masih lengket ini. Kulirik jam di dinding oranye kamar tidur kami dengan seperempat mata terbuka. Pukul tiga pagi.

Kamis, 07 Mei 2015

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 14


Penulis : Nurlaila Zahra

Setelah dokter mengatakan kondisiku sudah cukup pulih, akhirnya dia mengizinkanku untuk segera pulang. Begitu juga Mas Yusuf. Beberapa luka di bagian kepala dan lengannya juga sudah mulai mengering.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 13


Penulis : Nurlaila Zahra

Waktu berjalan begitu cepat rasanya. Aku masih ingat betul seperti apa raut wajah Mas Yusuf ketika dia mengetahui keadaan Alifa saat ini.
Dari kantor aku langsung pergi kerumah sakit untuk menjenguk Alifa. Kondisinya tidak begitu baik dari waktu aku menjenguknya pertama kali. Tak lama aku disana. Namun kali ini aku bertemu dengan mertua Alifa dan beberapa anggota keluarganya. Satu informasi lagi, sampai sekarang belum ada seorang laki-laki pun yang mau menikahi Alifa. Aku hanya bisa mengelus dada dan berucap dalam hati, kalau saja mereka tahu siapa yang nantinya hendak menikahi Alifa.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 12


Penulis : Nurlaila Zahra

Dua hari setelah hari itu, sepulang dari kantor aku memutuskan untuk menjenguk Alifa di Rumah Sakit Pasar Rebo. Keadaan Alifa belum sempat aku beri tahukan pada Mas Yusuf. Setelah turun dari angkot berwarna merah, aku langsung masuk kedalam rumah sakit. Menaiki lift dan menuju lantai lima ruang melati.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 11


Penulis : Nurlaila Zahra

Tiga bulan telah berlalu dari hari itu. Dan malam ini, aku kembali meneteskan air mataku. Suami yang aku bangga-banggakan selama ini ternyata berbohong padaku. Kenapa seseoang yang taat beragama,rajin beribadah dan membaca Al-Qur’an, serta seorang yang terbiyah seperti dia bisa membohongiku? Aku tak pernah habis pikir. Tadi pagi dia mengatakan padaku bahwa dia tidak bisa ikut hadir dalam acara munasoroh Palestine di Monas. Tapi ternyata, diantara ribuan, bahkan puluhan ribu ikhwan yang datang pada acara itu, kedua mataku menangkap sosok seorang ikhwan yang sudah lebih dari 8 bulan ini hidup bersamaku. Aku melihat suamiku tengah mengibarkan bendera Palestina, lengkap dengan topi dan ikat kepalanya yang bertuliskan ’Save Palestine’. Dia mengibarkan bendera itu dengan penuh semangat dan ghirah yang selalu membakar jiwa. Entah mengapa Allah swt menampakkannya di penglihatanku di tengah kerumunan orang-orang itu.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 10

Penulis : Nurlaila Zahra

Ponselku berdering ketika aku tengah sibuk dengan pekerjaanku di kantor. Awalnya aku kurang menghiraukannya karena memang pekerjaanku benar-benar menumpuk. Tapi ponsel itu terus berdering mengeluarkan ringtone ’Merah Saga’nya Shoutul Harokah, nasyid kegemaranku. Kuangkat. Ternyata dari Mas Yusuf. Pikiranku tiba-tiba teralih sejenak pada Mas Yusuf yang kini tengah menanti jawaban telepon dariku.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 9


Penulis : Nurlaila Zahra


Di tengah pejam malamku, tiba-tiba aku terbangun. Aku merasakan haus yang tak tertahankan. Akhirnya aku bangkit dari tidurku dan melangkah keluar kamar. Betapa terkejutnya aku melihat suamiku tengah tertidur di depan laptopnya. Kulirik jam dinding. Pukul sebelas malam. Aku terenyuh melihatnya. Kuhampiri dia. Wajahnya begitu lelah terlihat. Wedang jahe yang tadi aku buatkan untuknya juga sudah habis diminumnya. Aku juga melihat ketikan di komputernya. Masih banyak yang belum ia selesaikan. Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan untuk membantunya?

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 8


Penulis : Nurlaila Zahra

Detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, hari berganti hari, dan minggu berganti minggu. Tak terasa sudah lima bulan lamanya aku hidup sebagai seorang istri. Menjalani hidup ini dengan seorang suami yang sampai sekarang belum bisa menerimaku sebagai istrinya. Sampai sekarang pula tak pernah sedikitpun aku lihat sebuah kilatan cinta dimatanya untukku. Tak pernah ada tatapan mesra penuh kehangatan yang dia berikan padaku ketika dia pulang dari kerjanya ataupun ketika aku pulang dari kewajibanku bekerja di sebuah perusahaan majalah Islam. Karena hal ini juga, novel ketigaku yang harusnya sudah rampung beberapa bulan yang lalu, kini harus rela tertunda karena masalah hatiku.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 7


Penulis : Nurlaila Zahra

Tiga hari kami berada di hotel. Tak banyak waktu yang kami gunakan untuk melakukan segala aktivitas yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang sedang berbulan madu pada umumnya. Jalan-jalan bersama, melihat pemandangan suasana malam di beranda kamar hotel, atau sekedar sarapan bersama sambil bercerita hal-hal yang indah yang Bisa membangkitkan keromantisan dalam berumah tangga. Semua itu hanya impian belaka bagi kehidupanku yang sekarang. Selepas shalat Subuh, Yusuf pergi keluar dan baru akan kembali setelah waktu dhuha sudah hampir hilang. Sedangkan aku, kuhabiskan waktuku sendirian di dalam kamar sambil membaca buku atau tilawah qur’an sambil sedikit menghafalnya.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 6


Penulis : Nurlaila Zahra

Selesai akad dan walimatul ursy, Yusuf membawaku ke Hotel Maharani yang terletak di kawasan Mampang Prapatan. Masih dengan busana pengantin lengkap, aku dan Yusuf memasuki kamar malam pertama kami. Kamar yang begitu indah, megah, mewah, dan harum. Tapi semua itu sia-sia saja kalau malam ini aku dan Yusuf hanya bisa menatapi keindahan kamar itu dengan perasaan hampa.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 5


Penulis : Nurlaila Zahra

Hari pernikahan itu tiba. Aku dan Yusuf didandani ala pengantin Jawa karena keluargaku dan keluarganya berasal dari Jawa. Lebih tepatnya lagi, aku dari Jawa Timur dan Yusuf dari Jawa Tengah. Aku mengenakan pakaian khas Jawa tapi tetap terbalut oleh jilbab syar’i. Para undangan banyak sekali yang hadir. Tak terkecuali orang-orang dari pihak penerbit yang selama ini berjasa dalam menerbitkan dua novelku. Diantara para undangan yang hadir, ada yang mengaku kalau mereka adalah penggemar setia novelku. Aku tak tahu dari mana mereka tahu acara pernikahanku ini. Tapi yang pasti aku sangat senang karena mereka sangat peduli padaku. Aku hanya bisa mendo’akan mereka supaya mereka bisa menemukan jodoh mereka dengan cinta.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 4


Penulis : Nurlaila Zahra

Semuanya sudah ditentukan. Prosesi pernikahan jatuh pada tanggal 23 April 2007. Akad dan walimatul ursy-nya akan diadakan bersamaan di Masjid Raya At Taqwa Pasar Minggu. Baju pengantin yang nantinya akan aku dan Yusuf kenakan pun sudah ditentukan. Dan mahar, aku minta agar Yusuf cukup memberikan aku seperangkat alat shalat, satu buah Al-Qur’an, sebuah cincin emas, dan hafalan surat Al Ikhlas.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 3


Penulis : Nurlaila Zahra
Sampai dirumah tepat ketika azan Maghrib berkumandang. Mama menyuruhku untuk segera mandi dan langsung menunaikan shalat Maghrib. Kuturuti apa kata Mama. Papa yang hendak pergi ke masjid tak pernah sedikitpun berkomentar tentang kerepotan Mama menyuruhku ini dan itu.

Rabu, 06 Mei 2015

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 2


Penulis : Nurlaila Zahra


Hari berganti hari, aku sudah tak lagi memikirkan sosok ”malaikat” itu. Dan aku berusaha untuk tidak memikirkannya. Kemarin sore aku mendapat sebuah undangan dari sahabatku, Arini, teman satu kantor. Hari ini dia akan menikah. Aku tertawa sendiri melihat namanya yang manis bertengger didalam undangan pernikahannya yang berwarna kuning keemasan, bersebelahan dengan nama seorang ikhwan1 yang sangat aku kenal, Fauzi. Yang jelas-jelas aku ingat dulu Arini sempat tidak suka pada ikhwan yang mempunyai potongan rambut belah tengah itu dan berkaca mata.

Ketika Cinta Harus Bersabar Bag. 1


Penulis : Nurlaila Zahra

Ya Rabbi, entah siapa yang tadi aku lihat. Malaikatkah? atau mungkin seorang alim yang menjelma seperti Malaikat? Entahlah. Tapi yang pasti, hatiku langsung berdetak kencang tatkala kedua mataku menatap tak sengaja wajah putih bersih nan berwibawa itu yang sempat melintasi penglihatanku. Sampai sekarang, sosok ‘malaikat’ itu masih melekat dalam benakku.