Oleh: Arifin
Seperti biasa sebelum pulang kantor, aktivitas rutin adalah mematikan komputer
saya. Sebelum saya shutdown komputer, saya coba cek inbox e-mail saya
barangkali ada yang masuk atau mungkin ada informasi yang urgen untuk dikerjakan
esok hari. Ada beberapa e-mail masuk, salah satu yang menarik perhatian saya
adalah kiriman artikel dari teman kerja. Saya merasa tertarik karena judulnya
terkesan agak “sombong”, namun kesan itu berbalik 180 derajat setelah saya baca
isinya. Untuk teman-teman dan saudaraku sekalian berikut saya bagi isi artikel
tersebut……
Berpuasa Hari ke tiga di bulan ramadhan saya berkesempatan menumpang becak
menuju rumah ibu. Sore itu, tak biasanya udara begitu segar, angin lembut
menerpa wajah dan rambutku. Namun kenikmatan itu tak berlangsung lama,
keheninganku terusik dengan suara kunyahan dari belakang, “Abang becak…?” Ya,
kudapati ia tengah lahapnya menyuap potongan terakhir pisang goreng di
tangannya. Sementara tangan satunya tetap memegang kemudi. “Heeh, puasa-puasa
begini seenaknya saja dia makan …,” gumamku.
Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi pisang
goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi becaknya, dan …
untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan pemandangan yang bisa dianggap
tidak sopan dilakukan pada saat kebanyakan orang tengah berpuasa.
“mmm …, Abang muslim bukan? tanyaku ragu-ragu. “Ya dik, saya muslim ..” jawabnya
terengah sambil terus mengayuh. “Tapi kenapa abang tidak puasa? abang tahu kan
ini bulan ramadhan.Sebagai muslim seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang
tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan
seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa ..” deras aliran kata
keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.
Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu menghentikan
kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu masih menyumpal mulutnya.
Sesaat kemudian ia berusaha menelannya sambil memperhatikan wajah garangku yang
sejak tadi menghadap ke arahnya.
“Dua hari pertama puasa kemarin abang sakit dan tidak bisa narik becak. Jujur
saja dik, abang memang tidak puasa hari ini karena pisang goreng ini makanan pertama
abang sejak tiga hari ini.” Tanpa memberikan kesempatanku untuk memotongnya,
“Tak perlu ajari abang berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi
dengan puasa,” jelas bapak tukang becak itu. “Maksud bapak?” mataku menerawang
menunggu kalimat berikutnya. “Dua hari pertama puasa, orang-orang berpuasa
dengan sahur dan berbuka. Kami berpuasa tanpa sahur dan tanpa berbuka.
Kebanyakan orang seperti adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib,sedangkan
kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan harinya …”
“Jadi …,” belum sempat kuteruskan kalimatku, “Orang-orang berpuasa hanya
di bulan ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa peduli bulan ramadhan atau
bukan …”
“Abang sejak siang tadi bingung dik mau makan dua potong pisang goreng
ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya abang tidak menghormati orang yang berpuasa,
tapi…” kalimatnya terhenti seiring dengan tibanya saya di tempat tujuan.
Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak semestinya saya
bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa melihat lebih ke dalam,
betapa ia pun harus menanggung malu untuk makan di saat orang-orang berpuasa
demi mengganjal perut laparnya.Karena jika perutnya tak terganjal mungkin roda
becak ini pun takkan berputar ..Ah, kini seharusnya saya yang harus merasa malu
dengan puasa saya sendiri? Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian?
Tapi kenapa orang-orang yang dekat dengan saya nampaknya luput dari perhatian
dan kepedulian saya?
S E K I A N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar