Penulis :
Nurlaila Zahra
Setelah dokter mengatakan kondisiku
sudah cukup pulih, akhirnya dia mengizinkanku untuk segera pulang. Begitu juga
Mas Yusuf. Beberapa luka di bagian kepala dan lengannya juga sudah mulai
mengering.
Kami melewati
hari-hari baru kami sebagai suami istri. Lebih tepatnya lagi suami istri yang
baru menemukan mahligai cintanya. Aku sangat bersyukur sekali karena
kesabaranku dalam mencintai Mas Yusuf akhirnya menemukan buahnya. Kini aku
sudah memetik buah itu. Cinta itu, kini sudah menemukan peraduannya. Tak henti-hentinya
aku berucap syukur pada Sang Maha Pencipta.
Kini, tak ada
lagi sorot kebencian pada mata Mas Yusuf. Kini tak ada lagi sosok seorang suami
pengecut dalam kehidupanku. Yang ada hanyalah seorang pahlawan sejati yang siap
menemaniku kemanapun kakiku melangkah. Terima kasih, Ya Allah.
Malam ini, aku
dan Mas Yusuf sudah berada di sebuah beranda di salah satu kamar hotel yang
dulu pernah kami jadikan sebagai tempat malam pertama kami satu tahun yang
lalu. Dengan ditemani sinaran bintang-bintang, kami memulai kembali kisah cinta
kami yang sempat tertunda karena sebuah keegoisan.
Malam ini, kami
serasa seperti kembali menjadi sepasang pengantin baru. Saat Mas Yusuf
menatapku penuh mesra, rasa berdebar-debar itu tiba-tiba muncul dalam diriku.
Tapi inilah cinta. Aku sangat menikmati debar-debar itu. Tatapannya,
belaiannya, dan kecupannya, ini adalah untuk yang pertama kalinya dia
melakukannya dengan penuh keikhlasan hati dan kerelaan jiwa.
Malam semakin
larut dan dia mulai mengajakku kembali ke kamar. Entah mengapa, keringat dingin
mulai membasahi tubuhku. Aku ikuti langkahnya. Kini, dia menuntunku untuk
sampai di tempat tidur. Aku tersenyum padanya.
Dengan ditemani
temaram lampu kamar dan indahnya sinaran bulan sabit di langit luar sana, Mas
Yusuf kembali membuktikan bahwa dia bukan laki-laki pengecut. Dia bisa menjalankan
tugasnya sebagai seorang suami. Dan itu ia lakukan tanpa menunggu subuh datang
terlebih dahulu. Aku merasakan menjadi makhluk Tuhan yang paling dikasihi.
Ditengah ibadah
berdua kami, tiba-tiba dering hand phone ku berbunyi. Sambil terus melakukan
ibadah itu, kuraih hand phone ku dan kulihat sekilas. Dari pihak penerbit. Aku
tak berniat mengangkatnya dan segera ku matikan dengan me-non aktifkan-nya.
Peluh kami
kembali bersatu lagi. Merembas ke dalam seprei biru yang kini menutupi tempat
tidur kami. Inilah kesucian cinta yang telah tertanam sejak lama yang kurawat
dengan air kesabaran. Inilah buah yang kupetik hasilnya ketika cintaku pada Mas
Yusuf harus bersabar.
Kini, lagi-lagi
aku harus bersabar untuk menanti datangnya bidadari kecil yang beberapa bulan
lagi akan hadir ke dunia ini untuk menemani kehidupan kami sebagai Abi dan
Bunda.
Bulan dan
bintang memantulkan sinar gemerlapnya pada diri dua insan yang tengah dimabuk
cinta. Semoga ibadah ini bisa memberikan keberkahan pada kehidupan rumah
tanggaku dengan Mas Yusuf nantinya.
Rabb, Terima
kasih.
* * *
Untuk
mereka yang menganggap bahwa kecantikan adalah segalanya. Ingat, wanita yang
beriman itu lebih baik, dari wanita yang cantik, namun tak beriman.
S
E L E S A I
Terimakasih buanyak atas cerita yg sungguh2 menginspirasi dan tentu saja mengharu biru ini.
BalasHapusSama-sama..
HapusWow....cerita yg menginspirasi banget dan menyentuh...terimakasih y mbak...
BalasHapusSama-sama...
HapusCerita nya subhanallah nagus mbak... Aq sampe nangis seaegukan... G kita bisa mengambil hikmah dr cerita ini... Makasih ya mbak...
BalasHapusSama-sama, Bunda Fitri...
HapusSangat terharu, mmungkin dapat menjadikan inspirasi untuk ku...
BalasHapusbaca ini jadi baper TT dan penasaran kisah selanjutnya,.,MB
BalasHapus