Senin, 11 Mei 2015

Catatan Hati Seorang Istri Bagian 2


Karya : Asma Nadia

"Cinta Perempuan Paling Cantik"
“Sosok cantik itu tetap santun dan tak banyak bicara. Meladeni suami dan anak-anak seperti hari-hari sebelumnya.”
Dia adalah perempuan paling cantik yang pernah saya kenal. Kulitnya putih, wajahnya bersih seperti bayi, kecantikannya lengkap. Dia adalah perempuan terindah yang pernah saya temui. Kecantikan yang tidak pudar, meski usianya mencapai empat puluh lima.
Dua puluh lima tahun yang lalu, perempuan itu mengejutkan semua orang dengan pernikahan yang tiba tiba. Tidak ada yang menyangka cinta kanak-kanak sang perempuan akan bermuara selamanya, kepada lelaki yang sama.
Pernikahan yang indah. Laki-laki yang beruntung.
Begitulah barangkali pikiran kebanyakan orang. Sebab dengan kecantikan sang perempuan, akan sulit menemukan lelaki yang benar-benar layak bersanding dengannya. Secara penampilan tentu saja.
Waktu bergulir. Selama itu tidak pernah sekalipun terdengar berita tidak sedap dari pasangan, yang kini sudah dikaruniai dua orang anak. Semua takjub dengan keutuhan rumah tangga keduanya. Pertama, karena dibina ketika mereka masih sangat muda, kedua mengingat kesibukan sang istri yang kini menjadi dosen dan kerap memberi materi seminar. Seringnya berada di depan publik tanpa suami, yang diduga akan menimbulkan jarak diantara suami istri itu, sama sekali tidak terbukti.
Sesekali mereka tampil berdua. Dan siapapun akan mengagumi rumah tangga keduanya. Cukup banyak lelaki yang meski hanya bercanda, sempat mengungkapkan keirian terhadap nasib baik si suami.
“Istri cantik, rumah besar, anak-anak lucu. Komplit!”
Lainnya mengomentari, “Kalau punya istri secantik itu, saya gak bakal kemana-mana. Keluar juga males deh!”
Sebagai perempuan yang hanya melihat semua dari luar, saya pribadi mengagumi kemampuan sang istri memenej rumah tangganya. Mengagumi betapapun kesibukannya menggunung, perempuan itu tak pernah menelantarkan keluarganya. Suami dan anak-anak senantiasa nomor satu.
Kekaguman saya yang lain adalah terhadap kemampuan si perempuan mengurus dirinya. Kecantikannya tidak pernah berkurang, malah semakin bercahaya seiring umur yang bertambah.
Dalam balutan kerudung, dan kemana-mana nyaris tanpa rnake up, keindahannya semakin memesona. Saya salut dengan kemampuannya menjaga diri dan menepis gosip tentang rumah tangga mereka.
Ketika kemudian sang suami mulai sakit-sakitan, sang istri dengan cepat mengambil alih tanggung jawab ekonomi keluarga. Mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga biaya sekolah anak-anak, bahkan ongkos pengobatan sang suami yang menghabiskan dana dalam jumlah besar. Adakah kesombongan di wajah cantiknya? Demi Allah, saya tidak pernah melihat hal itu tebersit sedikit saja di wajahnya yang indah. Sosok cantik itu tetap santun dan tak banyak bicara. Meladeni suami dan anak-anak seperti hari-hari sebelumnya. Menunaikan tugas-tugasnya di depan publik tanpa keluh kesah sama sekali. Tanpa ungkapan rasa letih, karena sang suami yang lima tahun terakhir ini nyaris tak mampu bekerja untuk keluarga, disebabkan penyakit yang dideritanya.
Batin saya, pastilah lelaki itu demikian baik dan bakti kepada keluarga, hingga istrinya mencintai dan membela keluarga mereka sedemikian rupa.
Tapi kalimat yang suatu hari saya dengar dari famili perempuan terindah itu, mengguncangkan hati saya.
“Kalau saja semua orang tahu, kasihan kakak itu. Suaminya seringkali main perempuan di belakang dia. Dari mulai pertama nikah. Tingkahnya benar-benar bikin makan hati. Keluarga besar sempat menyuruh cerai, tapi sang kakak memang luar biasa sabar!”
Hati saya berdetak.
Allah, jika itu benar. Berkatilah perempuan yang setia itu ya Allah. Perempuan yang telah menjaga kehormatan suaminya, bahkan di atas begitu banyak luka, yang telah ditorehkan lelaki itu padanya.
Saya pribadi tidak tahu kebenaran berita itu. Sebab saya tak berani menanggapi. Hanya saja saya tiba-tiba mulai menikmati, tak hanya kecantikan dan keindahan luar yang Allah karuniakan padanya. Tapi juga sekeping hati yang luar biasa cantiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar